Akankah
sebuah perasaan itu memang dapat dibohongi? Salahkah jika aku berpura-pura
bahagia saat kamu sudah bahagia, meski tidak bersamaku. Mungkin salah karena
aku hanya berpura-pura. Tapi mungkin lebih baik, daripada aku mengatakan yang sebenarnya
dan bisa menghancurkan semua. Oh aku tidak tahu.
Awalnya aku
mengagumimu. Mungkin sampai beberapa waktu setelah itu. Namun semakin kesini,
akankah kagum itu kini menjadi sebuah rasa cinta? Aku juga tidak tahu.
Jujur aku
sangat bahagia saat kau didepanku. Saat kau mau berbagi cerita kepadaku tanpa
harus aku minta. Saat kau mengacak jilbabku. Saat kau mengejekku. Saat kau
tersenyum. Saat kau menyodorkan sebungkus carica
didepanku. Dan intinya aku suka semua yang kamu lakukan. Kamu pasti tidak tahu itu.
Iya dan aku tidak ingin kamu tahu.
Biarkan
sajalah kekaguman ini hanya menjadi sebuah kagum yang tidak akan bermuara.
Biarkan kagum ini mengalir, tanpa ada suatu pengharapan yang lebih. Biarkan
semua berlalu apa adanya. Dan aku akan menikmati semua ini, sampai kamu benar-benar pergi dari hidupku.
Pura-pura
tersenyum saat kau menceritakan cintamu yang telah lalu didepanku itu sudah
biasa. Pura-pura bahagia saat kau dekat dengan wanita lain itu juga sudah
biasa. Tetap bisa tertawa saat kau sedang bercanda dengan para wanita itu,
bukan aku. Benar-benar kepura-puraan didepanmu. Tanpa kamu tahu bagaimana
sebenarnya dalam hati ini.
Terkadang ada
beberapa sikapmu yang membuatku salah paham. Membuatku salah mengerti.
Membuatku selalu punya harapan lebih yang pada akhirnya menghancurkanku.
Ditambah kata mereka yang selalu menginginkan kita untuk bersama. Sebuah
kebahagiaan yang membuatku terluka.
Terkadang
sakit saat kamu bersamanya. Bersama dia yang aku tahu juga menginginkanmu.
Namun aku pendam rasa ini sendiri. Bahkan mereka-sahabatku-tidak ada yang
pernah tahu tentang rasa sakit ini. Aku selalu pura-pura bahagia. Karena memang
inilah aku yang selalu hidup dalam kepura-puraan cinta.
Satu hari
saat kau didepanku, menyanyikan beberapa lagu yang menjadi keinginanku. Saat
itu sering kali pandangan kita bertemu. Tapi saat itupula, aku harus menahan
kebahagiaan ini. Karena aku tidak mau kebahagiaan itu menyakitkanku lagi.
Tatapan
matamu yang terhalang rintikan air hujan, selalu terbayang di benakku. Saat kau
mengirim pesan singkat, dengan menyertakan namaku diawal kalimat, membuatku
sangat bahagia. Hanya mereka-sahabatku-yang tahu bagaimana besar perasaan
bahagiaku.
Kamu, orang
yang menjadi satu-satunya alasan untuk menyulut semangatku. Namun semenjak
waktu itu kau mengatakan akan pergi, kemarahan berkumpul diotakku. Mendadak aku
marah dan kasar padamu. Mereka-teman yang ada di sana-seakan bingung akan
tingkahku. Kenapa aku mendadak marah? Karena aku belum ingin kamu pergi. Aku
masih membutuhkanmu untuk mewarnai hari-hariku.
Suatu hari
aku mendengar kegelisahanmu akan cita-citamu. Ketidaknyamananmu berada
dilingkungan sekitarmu sekarang. Membuatku menyadari sesuatu. Untuk apa aku
marah saat kau akan pergi? Aku bukan siapa-siapamu. Dan kini aku mulai berpikir
untuk membiarkanmu pergi. Untuk apa? Agar kamu bisa menggapai cita. Karena kini
aku mulai benar-benar belajar apa itu mencintai. Dan mungkin inilah cinta yang
sebenarnya. Dimana aku harus bisa merelakanmu pergi. Demi citamu. Demi
kebahagiaanmu. Dan kini aku tidak dalam kepura-puraan. Karena pada akhirnya aku
memang telah mencinta. Meski tanpa dicintai. Dan kini, biarkan cinta yang
sesungguhnya ini tetap tidak bermuara.
jogja 6 april 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar